my family

my family

Minggu, 08 Mei 2011

ILMU KALAM


SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KALAM
A.    NAMA DAN PENGERTIAN ILMU KALAM
Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain: ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh al – akbar, dan teologi islam.[1] Disebut ilmu ushuluddin karena ilmu ini membahas pokok –pokok agama (ushuluddin); disebut ilmu tauhid karena ilmu ini membahas keEsaan Allah SWT. Di dalamnya juga dikaji pula tentang Asma' (nama-nama) dan Af'al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil dan ja'iz, juga sifat yang wajib, mustahil dan ja'iz bagi Rasul-Nya. Abu hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh Al-Akbar karena menurutnya ilmu ini terbagi menjadi dua bagian, yakni ; membahas tentang pokok-poko agama dan membahas hal-hal yang berkaitan dengan muamalah. Teologi Islam merupakan istilah yang diambil dari bahasa inggris, theology. William L. Reese mendefinisikannya dengan discourse or reason concerning God (diskursus atau pemikiran tentang Tuhan.
Ada beberapa pendapat Para tokoh Islam  mengenai definisi ilmu kalam, yakni sebagai berikut :
1.      Musthafa Abdul Raziq berkomentar bahwa " Ilmu ini (ilmu kalam) yang berkaitan dengan akidah imani sesungguhnya dibangun di atas argumentasi-argumentasi rasional. Atau ilmu yang berkaitan dengan akidah Islami ini bertolak atas bantuan nalar.
2.      Al – Farabi bahwa " ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis.
3.      Ibnu Kholdun mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.

B.     SUMBER-SUMBER ILMU KALAM
Sumber utama ilmu kalam ialah Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang menerangkan wujudNya Allah, sifat-sifat-Nya dan persoalan akidah Islam lainnya. Adapun lebih jelasnya mengenai sumber-sumber ilmu kalam adalah sebagai berikut :[2]
1.      Al-Qur'an
Sebagai sumber ilmu kalam Al-Qur'an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan maslah ketuhanan, diantaranya adalah:
a).    Q.S. Al-Ikhlas ayat 3-4 ayat menunjukkan tentang keEsaan Allah.
b).    Q.S. Asyyuro ayat 7 ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak serupa dengan sesuatu apapun di dunia ini.
c).    Al- Furqon ayat 59, ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Penyayang dan bertahta di atas "Arsy".
d).   Q.S. Al-Fath ayat 10, ayat ini menunjukkan bahwa Allah punya "tangan" yang selalu berada di atas tangan makhluk-Nya.
e).    Q.S. Ali Imron ayat 83, ayat ini menunjukkan bahwa Allah adalah tempat kembali segala sesuatu, dan sebagainya.
2.      Hadits
Hadist nabi yang termasuk sumber ilmu kalam adalah hadist-hadits tentang hakikat keimanan, hadits tentang kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, dan lain sebagainya yang masih berkaitan dengan masalah-masalah dalam ilmu kalam.

3.      Pemikiran manusia
Pemikiran manusia dalam hal ini bisa berupa pemikiran muslim ataupun non-muslim. Adapun pemikiran seorang muslim sendiri telah muncul sebelum filsafat Yunani berkembang di dunia Islam, pada waktu iti orang Islam telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur'an, terutama yang belum jelas maksudnya (al- mutasyabihat). sedangkan sumber ilmu kalam yang berasal dari luar Islam terbagi menjadi dua; pertama, pemikiran non-muslim yang telah menjadi peradaban lalu ditransfer dan diasimilasikan dengan pemikiran umat Islam. Maksudnya pemikiran orang yang asalnya beragama yahudi ataupun nasrani tapi setelah itu dia masuk Islam, tapi dia masih membawa budaya-budaya yahudi dan nasrani ke dalam Islam sehingga muncullah persoalan-persoalan yang pada zaman Rasulullah tidak pernah terjadi.  Contohnya, seoarang tokoh Islam bernama Abdullah bin Wahab
Islam tapi dia masih membawa pemikiran keyahudiannya ke dalam Islam yakni tentang imamah. ia mengajarkan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah seorang khalifah yang diperkuat oleh nash agama, sedangkan semua khalifah sebelumnya tidak sah bahkan menganggap bahwa mereka telah merebut hak orang lain. Kedua, pemikiran non-muslim yang bersifat akademis, seperti filsafat (teruma dari Yunani), sejarah, dan sains.
4.      Insting
Secara instingtif manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama.



C.    FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG BERDIRINYA ILMU KALAM
Kita tidak akan memahami ilmu kalam secara utuh kalu tidak mempelajari faktor-faktor yang mendorong timbulnya ilmu kalam. Sebab ilmu kalam adalah ilmu yang berdiri sendiri, belum dikenal pada masa Nabi maupun pada masa sahabat.
Adapun faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor dari dalm (intern) dan faktor dari luar (extern).[3]
1.      Faktor Intern
Ahmad Ameen menjelaskan bahwa faktor terpenting ada tiga hal.
Pertama;
a).    Adanya sebagian kaum yang menyembah binatang-binatang sebagai sekutu Allah.
b).    Adanya orang-orang yang menuhankan Nabi Isa AS.
c).    Adanya orang-orang yang menyembah berhala
d).   Adanya golongan-golongan yang tidak percaya dengan kerasulan Nabi, teristimewa Nabi Muhammad SAW dan tidak percaya akan kehidupan kembali di akhirat.
e).    Adanya golongan yang mengatakan bahwa semua yang terjadi di dunia inilah perbuatan Tuhan semuanya, dengan tidak ada campur tangan manusia. Mereka ini adalah orang-orang munafik.
Kedua;
Adanya kaum muslimin setelah selesai menaklukkan negeri-negeri baru, dan keadaan mulai stabil serta melimpah ruah rezekinya, disinilah akal pikiran mereka mulai memfilsafatkan agama, maka mengakibatkan perselisihan-perselisihan dalam soal agama. Kemudian datanglah fase pembahasan dan pemikiran dalam membicarakan soal-soal agama secara ilmiah dan filosofis. Kemudian tokoh-tokoh agama mulai memakai filsafat untuk memperkuat hujjah-hujjah pada penjelasan-penjelasannya.

Ketiga;
Adanya masalah-masalah politik. Contoh yang jelas untuk soal ini ialah masalah khilafah. Sebelum rasulullah wafat beliau tidak menunjuk satupun orang yang akan menggantikan posisinya dalam memimpin negeri. Sehingga terjadilah perselisihan antara kaum muhajirin dan kaum Anshor, mereka berselisih pendapat dengan alasan mereka masing-masing.
2.      Faktor Extern
Menurut Ahmad Ameen juga ada tiga faktor, yaitu;
a).    Adanya golongan yang masuk Islam tapi mereka masih memasukkan budaya-budaya agamanya terdahulu dengan alasan ingin memberikan corak baru pada dunia keislaman.
b).    Kaum mu'tazilah yang menggunakan filsafat Yunani untuk dijadiakan senjata perdebatan dengan orang-orang Yahudi, yang akhirnya menyebabkan semakin banyak perbedaan dikalangan umat Islam. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penting timbulnya ilmu kalam.
c).    Ini adalah faktor kelanjutan faktor kedua,  yaitu adanya kebutuhan para mutakallimin terhadap filsafat untuk mengalahkan musuh-musuhnya, mendebat mereka dengan menggunakan alasan-alasan yang sama, maka mereka terpaksa mempelajari filsafat Yunani dan mengambil manfaat ilmu logika, terutama dari segi ketuhanannya.

D.    PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU KALAM
Ilmu yang digunakan untuk menetapakan akidah-akidah diniyah yang didalamnya diterangkan segala yang disampaikan Rasul dari Allah SWT. Tumbuh bersama dengan tumbuhnya agama di dunia ini.
Para ulama di setiap umat berusaha memelihara agama dan meneguhkannya dengan aneka macam dalil yang dapat mereka kemukakan. Tegasnya ilmu kalam ini dimiliki oleh semua umat hanya saja dalam kenyataannyalah yang berbeda-beda. Ada yang lemah, ada yang kuat, ada yang sempit, ada yang luas menurut keadaan masa dan hal-hal yang mempengaruhi perkembangan umat.
Adapun ilmu menetapkan akidah-akidah islamiyah dengan jalan mengemukakan dalil-dalil dan mempertahankan dalil-adalil itu, mak ailmu ini tumbuh bersama-sama dengan tumbuhnya Islam, dan dia dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang mempengaruhi jalan pikiran umat Islam dan keadaan-keadaan mereka.
Maka ilmu ini telah melalui beberapa fase, yaitu;[4]
1.      Fase Rasulullah SAW
Masa Rasulullah, ada masa menyusun peraturan-peraturan, menetepkan pokok-pokok akidah, menyatukan umat Islam dan membangun kedaulatan Islam.
Maka kaum muslimin kembali kepada Rasulullah untuk mengetahui dasar-dasar agama dan hukum-hukum syari'ah. Mereka disinari oleh Nur wahyu dan petunjuk-petunjuk Al-Qur'an. Rasulullah menjauhkan para umat dari segala hal yang menimbulkan perpecahan dan perbedaan pendapat.
Lantaran inilah kaum muslimin harus taat padaAllah dan Rasul-Nya dan melarang mereka berselisih paham.
Rasulullah melarang kita berbantah-bantahan dalam masalah Qadar. Pada suatu hari Nabi SAW. Menemui para sahabat  sedang memeperdebatkan tentang hal Qadar.
Apabila perlu diadakan pertukaran pikiran, maka hendaklah dilakukan dengan cara yang paling baik dan dengan sistim yang menghasilkan maksud. Dengan jalan demikian maka para muslimin selalu berada dalam garis da'wah yang digariskan Islam.
Dengan uraian yang singkat ini jelas bahwa agama Islam tidak menghendaki adanya perdebatan atau polemic-polemik yang berkepanjangan.
Beginilah keadaan perkembangan akidah pada zaman Rasulullah SAW.
2.      Fase Khulafaurrasyidin
Setelah Rasulullah wafat , umat Islam dalam masa khalifah pertama dan kedua, tidak sempat membahs adsra-dasar akidah, Karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha mempertahankan kesatuan dan persatuan umat Islam
Tidak pernah terjadi perdebatan akidah. Merke membaca dan memahamkan Al-Qur'an tanpa mencari ta'wil bagi ayaayat yang mereka bacakan. Mereka menta'ati perintah yang ada dalam Al-Qur'an dan menjauhi larangan yang ada di dalamnya pula.
Di masa khalifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri denagn terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan umat Islam menjadi terpecah menjadi beberapa golongan dan partai, barulah masing-masing partai dan golongan-golongan mempertahankan pendiriannya dengan perkataan dan usaha sehingga terbukalah pintu ta'wil bagi nash-nash Al-Qur'an dan Hadits dan terjadilah perbutaan riwayat-riwayat palsu.
Karena itu mulailah pembahasan mengenai akidah subur dan berkembang selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesae dan meluas.
3.      Fase Akidah Pada Masa Bani Ummayah
Setelah agak berhenti umat Islam dari usaha-usaha mempertahankan kedaulatan Islam dan terbuka masa untuk memikirkan hukum-hukum agama dan dasar-dasar akidah, serta masuk pemeluk-pemeluk agama lain ke dalam Islam yang jiwanya tetap dipengaruhi oleh unsure-unsur agama mereka yang telah mereka tinggalkan, lahirlah kebebasan berbicara tentang masalah-masalah yang didiamkan oleh ulama salaf. Segolongan umat yang memperkatakan masalah Qadar , dan masalah isthitha'ah, seperti Ma'bad Al-Juhaini, Ghailan Ad-Dimasyqi, dan Ja'ad Ibn Dirham. Mereka inilah tokoh-tokoh qadariyah pertama.
Demikian pula muncul dalam fase ini orang-orang yang meniadakan qudrat dan iradat dari manusia, agar Allah tidak mempunyai sekutu dalam sesuatu perbuatan-Nya dan meniadakan pula sifat-sifat dari pada Allah.
Golongan ini dikendalikan oleh Jaham Ibn Shafwan,, mereka ini dinamakan golongan Jabariyah atau Mujbarah mengingat kepada akidah yang mereka anut.
Dipenghujung abad pertama Hijriyahnterkenallah dalam masyarakat madzhab golongan khawarij, yaitu "mengkafirkan orang yang mengerjakan dosa besar". Tokoh dari golongan ini adalah Al-Hasan Bisri.
Di akhir masa ini Washil Ibn Atha (murid dari Al-Hasan Bisri) membantah ajaran dari gurunya sendiri. dia mengatakn bahwa orang yang mengejakan dosa besar mereka berada diantara dua martabat. Golongan ini dinamakan golongan Mu'tazilah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam fase ini, mulai timbul usaha menyusun ilmu(kitab) ilmu kalam. Walupun kitab-kitab ini telah dibawa arus zaman tidak ada yang sampai ke tangan kita.
4.      Fase Bani Abbas
Dalam masa Bani Abbas, eratlah hubungan dan pergaulan antara bangsa-bangsa ajam dengan bangsa Arab dan berkembanglah ilmu dan kebudayaan.
Diantara gerakan ilmiyah dalam masa ini ialah usaha menterjemahkan kitab-kitab filsafat dari bahasa Greek.
Penguasa-penguasa Bani Abbas mempergunakan orang-orang Persia yang telah memeluk agama Islam, orang-orang Yahudi dan Nasrani untuk menjadi pegawai negeri dan mempergunakan mereka untuk menterjemahkan kitab-kitab yang di tulis dalam bahsasa mereka ke dalam bahasa Arab.
Maka segolongan dari mereka (penterjemah-penterjemah) ini berusaha mengembangkan pendapat-pendapat mereka yang berapautan dengan agama, serta mengembangkannya dalam masyarakat muslimin; mereka menyembunyikan maksud buruk mereka dengan berpakaian Islam. Mereka menggunakan falsafah untuk kepentingan mereka. Dengan demikian timbullah partai-partai atau golongan-golongan yang sama sekali tidak dikehendaki Islam.
Mulai dari masa ini berwujudlah gerakan mempergunakan falsafah untuk menetapkan akidah-akidah Islamiyah dan berwanalah ilmu kalam dengan warna yang baru yang tidak ada di masa Rasulullah, masa sahabat, dan mulailah ilmu kalam dituang dalam tulisan.



[1] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, terj. Firdaus An, Bulan Bintang, Jakarta : 1965, hal. 25.
[2] Abdul Razak, Ilmu kalam, Pustaka Setia, Bandung: 2007, hal. 15.
[3] Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Rajawali Pers, Jakarta: 2009, hal. 29.
[4] Hasbi Ash- Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam,…., hal. 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar